Jumat, 14 Oktober 2016

Si Doel dan Seni yang Menginspirasi



SI DOEL DAN SENI YANG MENGINSPIRASI

Pada hari itu, tepat pada waktu biasanya orang-orang berangkat ke tempat kerjanya, saya menerima pesan dari sahabat lama saya, sebut saja si Doel, melalui media sosial yang saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup sebagian manusia di dunia. Pesan tersebut cukup mengejutkan, karena berisi ajakan untuk bertemu dengannya. Maklum, setelah lulus SMA kami belum pernah sekalipun bertemu secara langsung. Tanpa pikir panjang, saya pun menerima ajakannya. Saya hanya diminta untuk mempersiapkan diri pada sore hari dan cukup menunggu untuk dijemput olehnya.
---
Di atas kendaraan roda dua miliknya, yang saya nilai merupakan salah satu kendaraan roda dua terunik yang pernah saya lihat dan tumpangi, kami berbincang panjang lebar mengenai kehidupan kami setelah lulus SMA tanpa mengetahui ke mana dia akan membawa saya. Tak terhitung berapa lelucon dan tingkah yang selayaknya bukan dilakukan oleh orang yang sudah berumur seperti kami selama di atas kendaraan unik tersebut. Tapi seperti biasanya, saya cukup menikmati perjalanan sambil menunggu kendaraan ini berhenti di tempat tujuan.
---
Benar saja, kendaraan roda dua yang penuh dengan stiker di hampir seluruh permukaannya tersebut akhirnya berhenti di salah satu icon kota ini yang biasanya dijadikan tempat para anak muda untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kepemudaan, pertunjukan, konser, pameran dan lain sebagainya. Setelah kami masuk, akhirnya saya baru menyadari bahwa tempat yang kami tuju adalah sebuah pagelaran apresiasi seni terbesar di kota ini. Di sana terdapat berbagai kegiatan, mulai dari pameran karya seni rupa seperti: lukisan, kerajinan tangan, ilustrasi gambar, desain grafis dsb. Selain itu juga ada pembacaan karya-karya sastra, pertunjukan tarian, teater dan akan ditutup oleh pertunjukan musik tradisional pada malam harinya.
---
“kau tahu tidak kenapa saya mengajakmu ke sini?” Si Doel akhirnya berniat mengutarakan alasannya mengajakku ke sini. “yaa untuk melihat pameran seni-lah” jawabku. “haha, itu sih jelas. Cuman yang perlu kau pahami, jika kau mau melihat miniatur dari keindahan dunia maka jawabannya ada di sini.” Tak mengherankan jika dia mengajakku ke tempat seperti ini. Si doel memang tergolong teman yang unik bagiku. Dia memiliki kecintaan pada semua hal yang berbau seni. Selama di SMA dia selalu melakukan hal-hal yang tidak biasa bagi orang lain dan juga hal-hal unik seperti yang dia lakukan pada kendaraan roda dua miliknya.
---
Venue pertama yang kami kunjungi adalah tempat di mana para pelakunya sering biasa disebut bomber. Yap, sekarang kami sedang menikmati perpaduan antara garis, warna, volume dan bentuk yang ditampilkan di dinding-dinding tripleks. Karya seni ini sering disebut sebagai graffiti/ mural. Karya ini biasanya menampilkan gambar atau tulisan yang didesain sedemikian rupa sehingga membentuk suatu keindahan bila dipandang mata. Namun, jika wadah dan kontennya yang salah, bisa saja kegiatan ini dinilai negatif dan masuk kategori vandalisme (merusak/menganggu). “kau tahu tidak, karya-karya seperti ini walaupun terlihat sepele namun turut berkontribusi dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Pada waktu itu, seniman-seniman khususnya di Yogyakarta menggunakan media seni rupa untuk memberikan semangat dan meningkatkan jiwa patriotisme Rakyat Indonesia dengan gambar-gambar dan semboyan-semboyan yang dibungkus dengan unsur seni. Pada saat ini pun, media ini sering dijadikan para pelaku seni untuk menyalurkan aspirasinya, mulai untuk memberi dukungan di suatu pertandingan olahraga sampai untuk mengkritik pemerintahan”. Penjelasan si Doel hanya membuatku mengangguk.
(Selanjutnya akan ditampilkan dengan model percakapan)
Saya: “Kenapa sih kau begitu terinspirasi dengan yang namanya seni?” tanyaku.
Doel: “Sebenarnya tidak ada alasan tertentu mengapa saya begitu menyukai seni. Hal itu datang dengan sendirinya. Mungkin dari kecil sudah suka menikmati keindahan hahaha.”
Saya: “Lalu apa yang kesenian itu tawarkan sehingga kau sampai saat ini menggelutinya?”
Doel: “Banyaklah. Seperti yang kukatakan tadi, keindahan yang ditawarkan buatku ketagihan mendalaminya.”
---
Di sudut sana, terdengar suara-suara orang membacakan puisi sebagai salah satu karya sastra. Puisi tersebut sempat menyentil telingaku di tengah riuh-ramainya pagelaran ini dengan sajak-sajaknya yang indah dan juga tajam menuntut penguasa. Puisi memang mengandung unsur majemuk di dalamnya. Biasanya terdapat perbandingan atau kontradiktif di dalam sajak-sajaknya yang membuat puisi tersebut semakin kaya akan makna. Puisi memiliki kekuatan pada kata-kata dan makna di dalamnya yang dibawakan dengan penghayatan pembacanya sebagai wujud “rasa” dalam karyanya. Puisi jika ditelaah hampir sama dengan lagu-lagu yang biasa kita dengar di telinga. Namun, tidak bergantung seutuhnya pada nada. Kurang lebih seperti itu yang dijelaskan si Doel kepada saya, yang membuatku lagi-lagi hanya mengangguk saja.
---
Matahari hampir terbenam menandakan waktu berbuka puasa jika di Bulan Ramadhan sudah dekat. Pada saat itu, kami juga menyempatkan untuk menonton tarian tradisional “Gandrang Bulo[1] sebagai sajian penutup sebelum jeda istirahat. Seperti karya seni lainnya, seni tari juga bukan hanya sekedar mempertontonkan gerakan indah apalagi tubuh molek semata, namun di dalamnya juga terkandung makna yang kuat. Untuk tarian yang baru saja kami saksikan, ketika masa penjajahan, tarian yang berasal dari Sulawesi Selatan ini digunakan sebagai media pembangkit semangat perjuangan dan sebagai bahan ejekan terhadap penjajah. Sampai saat ini pun, tarian Gandrang Bulo sering ditampilkan di acara-acara kerajaan bahkan sampai di tingkat Internasional. Tak bisa dipungkiri banyak prestasi yang diraih anak bangsa di ajang Internasional melalui karya seni termasuk dengan seni tari yang sungguh kaya di Indonesia. Penjelasan yang saya tangkap kali ini bukan dari si Doel namun dari sejarawan yang kami temui di samping panggung.
---
Dengan adanya jeda istirahat, maka waktu kosong itu kami gunakan untuk menjalankan kewajiban kami untuk sholat maghrib. Sebenarnya kami adalah orang yang jarang memenuhi kewajiban kami tersebut. Namun, karena ajakan dari Bapak La Tamba, sejarawan yang kami ajak cakap tadi, maka kamipun dengan sedikit keterpaksaan melakukannya.
---
Setelah menunaikan kewajiban kami sebagai seorang muslim, akhirnya kami berpisah  dengan sejarawan yang tidak hanya mencerahkan kami tentang makna tarian yang baru saja kami saksikan namun juga mencerahkan kami tentang kewajiban kami sebagai umat beragama. Selanjutnya, kami membeli sedikit cemilan guna mengganjal perut kami yang mulai keroncongan. Tidak susah mendapatkan jajanan yang enak di sini. Ya, Selain menjadi ajang unjuk kreativitas, pagelaran seperti ini juga sering dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang kecil untuk mencari nafkah. Indonesia tidak hanya kaya akan karya seninya, jajanan tradisionalnya pun juga sangat bermacam-macam.
---
Dengan menikmati cemilan yang baru dibeli tadi, kami juga memilih untuk beristirahat sejenak sembari menikmati karya seni lainnya yang terpajang di sekeliling bangunan. Hembusan angin yang sepoi-sepoi dan cahaya lampu yang mulai dinyalakan membuat suasana pagelaran semakin seru saja.
Saya: “oh iya, tadi saya masih belum puas dengan jawabanmu tentang…”
Doel: “Seni?” potongnya.
Saya: “Iya”
Doel: “Baiklah, mungkin saya akan menceritakan secara singkat saja mengapa saya begitu terinspirasi oleh seni. Jadi lagi-lagi seperti yang saya katakan tadi bahwa dari kecil saya sangat menyukai keindahan. Walaupun secara keseluruhan orang-orang lainnya pun begitu, namun yang ini berbeda. Keindahan yang dimaksud di sini mulai dari keindahan secara fisik baik yang dilihat maupun yang didengar. Lalu yang kedua adalah keindahan secara bathin yaitu segala sesuatu yang dirasa oleh perasaan melalui kata-kata dan makna yang terkandung dalam setiap hal/karya yang tercipta. Seperti yang kuketahui bahwa tiap orang memiliki kadar yang berbeda-beda dalam menikmati karya seni. Seperti kadar yang dirasakan orang lain dalam berbagai bidang lainnya. Ada yang biasa saja dan tak terlalu tertarik apalagi menggeluti sesuatu yang berbau seni, adapula yang cepat tersentuh dan sampai tak bisa terlepas dengan hal yang berbau kesenian dalam hidupnya. Mungkin aku adalah tipe yang kedua.”
---
Panggung utama sudah mulai mengeluarkan sedikit keributan, tanda pertunjukan teater dan musik akan segera dimulai. Para pengunjung pun sudah mulai berkumpul lagi di depan panggung. Namun kami berdua tetap menjalankan percakapan sembari menghabiskan cemilan yang kami beli tadi. Toh, pertunjukan juga belum dimulai lagi.
---
Saya: “Lalu apa pendapatmu mengenai pandangan negatif sebagian orang yang menyebutkan bahwa pelaku seni biasanya adalah orang yang tak punya aturan, acak-acakan, hidupnya hanya ingin bebas, bersenang-senang dan tidak mau diatur?”
Doel: “hahaha, kau lama-lama semakin menjadi seperti wartawan dengan sederet pertanyaanmu ya cuk. Menurut pandangan itu, saya sih merasa sah-sah saja. Mungkin itu pandangan orang awam yang hanya melihat sisi luar dari seorang pelaku seni. Seperti diketahui bahwa seni adalah sesuatu yang indah dan bebas. Karya yang lahir dengan indah adalah biasanya berasal dari proses yang bebas dan tanpa tekanan. Mungkin itu yang membuat sebagian pelaku seni terbawa untuk berpenampilan “bebas”, karena menurut sebagian dari mereka penampilan juga merupakan sebuah seni. Hal itulah yang mungkin kurang dipahami oleh orang lain. So, you have to be a wise person to look everything, and don’t judge book by its cover!”
---
Akhirnya pertunjukan teater pun dimulai dengan mengangkat tema budaya bangsa yang semakin terkikis oleh budaya asing. Seperti macam seni lainnya, teater juga sarat akan nilai dan makna di dalamnya. Pesan yang selalu disampaikan melalui pertunjukan ini sangat kuat dan lebih mudah diterima oleh penonton karena kaya akan unsur seni lainnya. Dalam suatu pertunjukan teater, kita sudah dapat menikmati seni musik, seni rupa, seni sastra, seni tari dan tentunya seni peran di dalamnya. Ini terbilang salah satu macam seni yang komplit. Lagi-lagi ini merupakan penjelasan dari si Doel yang belum beranjak dari tempat di mana kami istirahat tadi.
---
Saya: “Terus, bagaimana…”
Doel: “husss.. bertanya aja kau itu. Lama-lama akan kujadikan wartawan beneran kau. Aku belum selesai ceritakan?”
Saya: “Siap pak, lanjutkan!”
Doel: “Satu hal lagi mengapa saya bisa sangat mencintai seni, selain bisa melahirkan sebuah karya yang indah yang bisa saya dan juga orang lain nikmati, seni juga bisa sangat menginspirasi. Seperti yang kujelaskan sebelumya, bahwa karya seni tidak diciptakan semata-mata tanpa nilai dan makna di dalamnya. Pelaku seni yang berpakaian amburadul seperti yang kau katakan tadi, ternyata lebih bisa memberikan pesan dan bahkan menginspirasi orang banyak secara positif melalui karyanya dibandingkan dengan orang yang berbaju rapi tapi melakukan korupsi.”
Saya: “Contohnya?”
Doel: “Mungkin kau sudah sering mendengar lagu-lagu perdamaian milik Michael Jackson dengan Heal The World-nya, Imagine milik John Lennon, dan Bob Marley dengan One Love-nya yang membuat dirinya mendapatkan medali perdamaian dari PBB sebagai penghargaan kepada dirinya yang telah memproduksi lagu-lagu bertema perdamaian. Ya itu mungkin hanya sebagian kecil dari karya seni yang menginspirasi di luar karya seni lainnya seperti pada lukisan ilustrasi, film, komedi atau seperti puisi Jusuf Kalla tentang perdamaian di Ambon. Sedari dulu, kesenian bukan hanya suatu hal yang terlihat indah dari luar, namun juga menekankan keindahan pada pesan dan makna yang terkandung di dalamnya dengan beragam tema yang ada. Jadi, intinya saya hanya cukup menikmati semua keindahan itu dan secara tak sadar membuatku tak bisa terlepas dari segala hal yang menyangkut seni.”
---
Wajar saja si Doel banyak mengetahui hal menyangkut seni, selain bakatnya terhadap bidang itu, sekarang dia juga kuliah di Institut Seni Indonesia di Kota Gudeg Yogyakarta dan aktif melahirkan karya-karya seni. Penjelasannya terus terang membuat pandanganku lebih terbuka mengenai seni yang bukan hanya sekedar “bersenang-senang” atau “tanpa aturan”, namun jauh dari pada itu, seni dapat menjadi suatu media perjuangan, persatuan, serta penyebaran pesan positif yang efektif dan masif.
---
Akhirnya, kami pun beranjak dari tempat istirahat kami, berhubung cemilan dari pedagang asongan yang kami beli tadi sudah habis dan sebentar lagi pertunjukan musik tradisional yang akan dibawakan oleh salah satu musisi legendaris Indonesia akan dimulai. Hari semakin menuju malam dan pagelaran tersebut pun masih ramai dengan antusias pengunjungnya yang belum kendor. Hari ini si Doel benar-benar menyuguhiku dengan segala sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terlepas dari hidupnya. Dan, satu hal yang membuatku tersenyum, pada akhirnya saya baru memahami arti dari stiker-stiker yang tertempel di kendaraan unik roda dua milik si Doel yang berbunyi “Dengan agama hidup menjadi terarah, dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan cinta hidup menjadi berkah dan dengan seni hidup menjadi indah.”
Oleh: Muhammad Aprizal Nurelsan, S.Sos

Catatan kaki---
[1]Gandrang Bulo: Gandrang Bulo berasal dari dua kata yaitu, “Gandrang” yang berarti pukulan atau tabuhan dan “Bulo” yang berarti bambu. Tarian yang diiringi dengan alat musik gendang ini berasal dari Sulawesi Selatan dan bernuansa ceria serta jenaka. Tarian ini selalu membawakan pesan atau kegelisahan yang sedang terjadi di masyarakat dalam bentuk banyolan khas Sulawesi Selatan. Pada jaman penjajahan, tarian ini dibawakan sebagai salah satu bentuk ekspresi perlawanan dari para seniman terhadap penjajah. Namun sekarang tarian ini selalu dipentaskan dalam acara-acara seremonial, upacara adat, bahkan sampai ke event Internasional dengan tetap memiliki pesan tersendiri sesuai dengan konteks yang sedang berlangsung di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar