SI DOEL DAN SENI YANG
MENGINSPIRASI
Pada hari itu, tepat pada waktu
biasanya orang-orang berangkat ke tempat kerjanya, saya menerima pesan dari
sahabat lama saya, sebut saja si Doel, melalui media sosial yang saat ini sudah
menjadi salah satu kebutuhan hidup sebagian manusia di dunia. Pesan tersebut
cukup mengejutkan, karena berisi ajakan untuk bertemu dengannya. Maklum,
setelah lulus SMA kami belum pernah sekalipun bertemu secara langsung. Tanpa pikir
panjang, saya pun menerima ajakannya. Saya hanya diminta untuk mempersiapkan
diri pada sore hari dan cukup menunggu untuk dijemput olehnya.
---
Di atas kendaraan roda dua
miliknya, yang saya nilai merupakan salah satu kendaraan roda dua terunik yang
pernah saya lihat dan tumpangi, kami berbincang panjang lebar mengenai
kehidupan kami setelah lulus SMA tanpa mengetahui ke mana dia akan membawa saya.
Tak terhitung berapa lelucon dan tingkah yang selayaknya bukan dilakukan oleh
orang yang sudah berumur seperti kami selama di atas kendaraan unik tersebut. Tapi
seperti biasanya, saya cukup menikmati perjalanan sambil menunggu kendaraan ini
berhenti di tempat tujuan.
---
Benar saja, kendaraan roda dua yang
penuh dengan stiker di hampir seluruh permukaannya tersebut akhirnya berhenti
di salah satu icon kota ini yang biasanya
dijadikan tempat para anak muda untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
kepemudaan, pertunjukan, konser, pameran dan lain sebagainya. Setelah kami
masuk, akhirnya saya baru menyadari bahwa tempat yang kami tuju adalah sebuah
pagelaran apresiasi seni terbesar di kota ini. Di sana terdapat berbagai
kegiatan, mulai dari pameran karya seni rupa seperti: lukisan, kerajinan
tangan, ilustrasi gambar, desain grafis dsb. Selain itu juga ada pembacaan
karya-karya sastra, pertunjukan tarian, teater dan akan ditutup oleh
pertunjukan musik tradisional pada malam harinya.
---
“kau tahu tidak kenapa saya mengajakmu ke sini?” Si Doel akhirnya
berniat mengutarakan alasannya mengajakku ke sini. “yaa untuk melihat pameran seni-lah” jawabku. “haha, itu sih jelas. Cuman yang perlu kau pahami, jika kau mau melihat
miniatur dari keindahan dunia maka jawabannya ada di sini.” Tak
mengherankan jika dia mengajakku ke tempat seperti ini. Si doel memang
tergolong teman yang unik bagiku. Dia memiliki kecintaan pada semua hal yang
berbau seni. Selama di SMA dia selalu melakukan hal-hal yang tidak biasa bagi
orang lain dan juga hal-hal unik seperti yang dia lakukan pada kendaraan roda
dua miliknya.
---
Venue pertama yang kami kunjungi adalah tempat di mana para
pelakunya sering biasa disebut bomber. Yap, sekarang kami sedang menikmati
perpaduan antara garis, warna, volume dan bentuk yang ditampilkan di
dinding-dinding tripleks. Karya seni ini sering disebut sebagai graffiti/
mural. Karya ini biasanya menampilkan gambar atau tulisan yang didesain
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu keindahan bila dipandang mata. Namun,
jika wadah dan kontennya yang salah, bisa saja kegiatan ini dinilai negatif dan
masuk kategori vandalisme (merusak/menganggu). “kau tahu tidak, karya-karya seperti ini walaupun terlihat sepele namun
turut berkontribusi dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Pada waktu itu,
seniman-seniman khususnya di Yogyakarta menggunakan media seni rupa untuk
memberikan semangat dan meningkatkan jiwa patriotisme Rakyat Indonesia dengan
gambar-gambar dan semboyan-semboyan yang dibungkus dengan unsur seni. Pada saat
ini pun, media ini sering dijadikan para pelaku seni untuk menyalurkan
aspirasinya, mulai untuk memberi dukungan di suatu pertandingan olahraga sampai
untuk mengkritik pemerintahan”. Penjelasan si Doel hanya membuatku
mengangguk.
(Selanjutnya akan ditampilkan
dengan model percakapan)
Saya: “Kenapa sih kau begitu terinspirasi dengan yang namanya seni?” tanyaku.
Doel: “Sebenarnya tidak ada alasan tertentu mengapa saya begitu menyukai
seni. Hal itu datang dengan sendirinya. Mungkin dari kecil sudah suka menikmati
keindahan hahaha.”
Saya: “Lalu apa yang kesenian itu tawarkan sehingga kau sampai saat ini
menggelutinya?”
Doel: “Banyaklah. Seperti yang kukatakan tadi, keindahan yang ditawarkan
buatku ketagihan mendalaminya.”
---
Di sudut sana, terdengar
suara-suara orang membacakan puisi sebagai salah satu karya sastra. Puisi
tersebut sempat menyentil telingaku di tengah riuh-ramainya pagelaran ini
dengan sajak-sajaknya yang indah dan juga tajam menuntut penguasa. Puisi memang
mengandung unsur majemuk di dalamnya. Biasanya terdapat perbandingan atau
kontradiktif di dalam sajak-sajaknya yang membuat puisi tersebut semakin kaya
akan makna. Puisi memiliki kekuatan pada kata-kata dan makna di dalamnya yang
dibawakan dengan penghayatan pembacanya sebagai wujud “rasa” dalam karyanya. Puisi
jika ditelaah hampir sama dengan lagu-lagu yang biasa kita dengar di telinga.
Namun, tidak bergantung seutuhnya pada nada. Kurang lebih seperti itu yang
dijelaskan si Doel kepada saya, yang membuatku lagi-lagi hanya mengangguk saja.
---
Matahari hampir terbenam
menandakan waktu berbuka puasa jika di Bulan Ramadhan sudah dekat. Pada saat
itu, kami juga menyempatkan untuk menonton tarian tradisional “Gandrang Bulo”[1] sebagai sajian penutup sebelum jeda istirahat. Seperti karya
seni lainnya, seni tari juga bukan hanya sekedar mempertontonkan gerakan indah
apalagi tubuh molek semata, namun di dalamnya juga terkandung makna yang kuat.
Untuk tarian yang baru saja kami saksikan, ketika masa penjajahan, tarian yang
berasal dari Sulawesi Selatan ini digunakan sebagai media pembangkit semangat
perjuangan dan sebagai bahan ejekan terhadap penjajah. Sampai saat ini pun, tarian
Gandrang Bulo sering ditampilkan di
acara-acara kerajaan bahkan sampai di tingkat Internasional. Tak bisa
dipungkiri banyak prestasi yang diraih anak bangsa di ajang Internasional
melalui karya seni termasuk dengan seni tari yang sungguh kaya di Indonesia. Penjelasan
yang saya tangkap kali ini bukan dari si Doel namun dari sejarawan yang kami
temui di samping panggung.
---
Dengan adanya jeda istirahat,
maka waktu kosong itu kami gunakan untuk menjalankan kewajiban kami untuk
sholat maghrib. Sebenarnya kami adalah orang yang jarang memenuhi kewajiban
kami tersebut. Namun, karena ajakan dari Bapak La Tamba, sejarawan yang kami
ajak cakap tadi, maka kamipun dengan sedikit keterpaksaan melakukannya.
---
Setelah menunaikan kewajiban kami
sebagai seorang muslim, akhirnya kami berpisah
dengan sejarawan yang tidak hanya mencerahkan kami tentang makna tarian
yang baru saja kami saksikan namun juga mencerahkan kami tentang kewajiban kami
sebagai umat beragama. Selanjutnya, kami membeli sedikit cemilan guna mengganjal
perut kami yang mulai keroncongan. Tidak susah mendapatkan jajanan yang enak di
sini. Ya, Selain menjadi ajang unjuk kreativitas, pagelaran seperti ini juga
sering dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang kecil untuk mencari nafkah. Indonesia
tidak hanya kaya akan karya seninya, jajanan tradisionalnya pun juga sangat
bermacam-macam.
---
Dengan menikmati cemilan yang
baru dibeli tadi, kami juga memilih untuk beristirahat sejenak sembari
menikmati karya seni lainnya yang terpajang di sekeliling bangunan. Hembusan
angin yang sepoi-sepoi dan cahaya lampu yang mulai dinyalakan membuat suasana
pagelaran semakin seru saja.
Saya: “oh iya, tadi saya masih belum puas dengan jawabanmu tentang…”
Doel: “Seni?” potongnya.
Saya: “Iya”
Doel: “Baiklah, mungkin saya akan menceritakan secara singkat saja mengapa
saya begitu terinspirasi oleh seni. Jadi lagi-lagi seperti yang saya katakan
tadi bahwa dari kecil saya sangat menyukai keindahan. Walaupun secara
keseluruhan orang-orang lainnya pun begitu, namun yang ini berbeda. Keindahan
yang dimaksud di sini mulai dari keindahan secara fisik baik yang dilihat
maupun yang didengar. Lalu yang kedua adalah keindahan secara bathin yaitu
segala sesuatu yang dirasa oleh perasaan melalui kata-kata dan makna yang
terkandung dalam setiap hal/karya yang tercipta. Seperti yang kuketahui bahwa
tiap orang memiliki kadar yang berbeda-beda dalam menikmati karya seni. Seperti
kadar yang dirasakan orang lain dalam berbagai bidang lainnya. Ada yang biasa
saja dan tak terlalu tertarik apalagi menggeluti sesuatu yang berbau seni,
adapula yang cepat tersentuh dan sampai tak bisa terlepas dengan hal yang
berbau kesenian dalam hidupnya. Mungkin aku adalah tipe yang kedua.”
---
Panggung utama sudah mulai
mengeluarkan sedikit keributan, tanda pertunjukan teater dan musik akan segera
dimulai. Para pengunjung pun sudah mulai berkumpul lagi di depan panggung.
Namun kami berdua tetap menjalankan percakapan sembari menghabiskan cemilan
yang kami beli tadi. Toh, pertunjukan juga belum dimulai lagi.
---
Saya: “Lalu apa pendapatmu mengenai pandangan negatif sebagian orang yang
menyebutkan bahwa pelaku seni biasanya adalah orang yang tak punya aturan,
acak-acakan, hidupnya hanya ingin bebas, bersenang-senang dan tidak mau
diatur?”
Doel: “hahaha, kau lama-lama semakin menjadi seperti wartawan dengan sederet
pertanyaanmu ya cuk. Menurut pandangan itu, saya sih merasa sah-sah saja.
Mungkin itu pandangan orang awam yang hanya melihat sisi luar dari seorang
pelaku seni. Seperti diketahui bahwa seni adalah sesuatu yang indah dan bebas.
Karya yang lahir dengan indah adalah biasanya berasal dari proses yang bebas
dan tanpa tekanan. Mungkin itu yang membuat sebagian pelaku seni terbawa untuk
berpenampilan “bebas”, karena menurut sebagian dari mereka penampilan juga
merupakan sebuah seni. Hal itulah yang mungkin kurang dipahami oleh orang lain.
So, you have to be a wise person to look everything, and don’t judge book by
its cover!”
---
Akhirnya pertunjukan teater pun
dimulai dengan mengangkat tema budaya bangsa yang semakin terkikis oleh budaya
asing. Seperti macam seni lainnya, teater juga sarat akan nilai dan makna di
dalamnya. Pesan yang selalu disampaikan melalui pertunjukan ini sangat kuat dan
lebih mudah diterima oleh penonton karena kaya akan unsur seni lainnya. Dalam
suatu pertunjukan teater, kita sudah dapat menikmati seni musik, seni rupa,
seni sastra, seni tari dan tentunya seni peran di dalamnya. Ini terbilang salah
satu macam seni yang komplit. Lagi-lagi ini merupakan penjelasan dari si Doel
yang belum beranjak dari tempat di mana kami istirahat tadi.
---
Saya: “Terus, bagaimana…”
Doel: “husss.. bertanya aja kau itu. Lama-lama akan kujadikan wartawan
beneran kau. Aku belum selesai ceritakan?”
Saya: “Siap pak, lanjutkan!”
Doel: “Satu hal lagi mengapa saya bisa sangat mencintai seni, selain bisa
melahirkan sebuah karya yang indah yang bisa saya dan juga orang lain nikmati,
seni juga bisa sangat menginspirasi. Seperti yang kujelaskan sebelumya, bahwa
karya seni tidak diciptakan semata-mata tanpa nilai dan makna di dalamnya.
Pelaku seni yang berpakaian amburadul seperti yang kau katakan tadi, ternyata lebih
bisa memberikan pesan dan bahkan menginspirasi orang banyak secara positif melalui
karyanya dibandingkan dengan orang yang berbaju rapi tapi melakukan korupsi.”
Saya: “Contohnya?”
Doel: “Mungkin kau sudah sering mendengar lagu-lagu perdamaian milik Michael
Jackson dengan Heal The World-nya, Imagine milik John Lennon, dan Bob Marley
dengan One Love-nya yang membuat dirinya mendapatkan medali perdamaian dari PBB
sebagai penghargaan kepada dirinya yang telah memproduksi lagu-lagu bertema
perdamaian. Ya itu mungkin hanya sebagian kecil dari karya seni yang
menginspirasi di luar karya seni lainnya seperti pada lukisan ilustrasi, film,
komedi atau seperti puisi Jusuf Kalla tentang perdamaian di Ambon. Sedari dulu,
kesenian bukan hanya suatu hal yang terlihat indah dari luar, namun juga
menekankan keindahan pada pesan dan makna yang terkandung di dalamnya dengan
beragam tema yang ada. Jadi, intinya saya hanya cukup menikmati semua keindahan
itu dan secara tak sadar membuatku tak bisa terlepas dari segala hal yang
menyangkut seni.”
---
Wajar saja si Doel banyak
mengetahui hal menyangkut seni, selain bakatnya terhadap bidang itu, sekarang
dia juga kuliah di Institut Seni Indonesia di Kota Gudeg Yogyakarta dan aktif
melahirkan karya-karya seni. Penjelasannya terus terang membuat pandanganku
lebih terbuka mengenai seni yang bukan hanya sekedar “bersenang-senang” atau
“tanpa aturan”, namun jauh dari pada itu, seni dapat menjadi suatu media
perjuangan, persatuan, serta penyebaran pesan positif yang efektif dan masif.
---
Akhirnya, kami pun beranjak dari
tempat istirahat kami, berhubung cemilan dari pedagang asongan yang kami beli
tadi sudah habis dan sebentar lagi pertunjukan musik tradisional yang akan
dibawakan oleh salah satu musisi legendaris Indonesia akan dimulai. Hari
semakin menuju malam dan pagelaran tersebut pun masih ramai dengan antusias
pengunjungnya yang belum kendor. Hari ini si Doel benar-benar menyuguhiku
dengan segala sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terlepas dari hidupnya.
Dan, satu hal yang membuatku tersenyum, pada akhirnya saya baru memahami arti
dari stiker-stiker yang tertempel di kendaraan unik roda dua milik si Doel yang
berbunyi “Dengan agama hidup menjadi
terarah, dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan cinta hidup menjadi berkah dan
dengan seni hidup menjadi indah.”
Oleh: Muhammad Aprizal Nurelsan,
S.Sos
Catatan kaki---
[1]Gandrang Bulo:
Gandrang Bulo berasal dari dua kata yaitu, “Gandrang”
yang berarti pukulan atau tabuhan dan “Bulo”
yang berarti bambu. Tarian yang diiringi dengan alat musik gendang ini berasal
dari Sulawesi Selatan dan bernuansa ceria serta jenaka. Tarian ini selalu membawakan
pesan atau kegelisahan yang sedang terjadi di masyarakat dalam bentuk banyolan
khas Sulawesi Selatan. Pada jaman penjajahan, tarian ini dibawakan sebagai
salah satu bentuk ekspresi perlawanan dari para seniman terhadap penjajah.
Namun sekarang tarian ini selalu dipentaskan dalam acara-acara seremonial,
upacara adat, bahkan sampai ke event
Internasional dengan tetap memiliki pesan tersendiri sesuai dengan konteks yang
sedang berlangsung di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar